Peraturan Pemerintah Nomor : 63 TAHUN 1992

Kategori : PPh

Pengertian Daerah Terpencil Dan Jenis Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan/Atau Kenikmatan Dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 63 TAHUN 1992

TENTANG

PENGERTIAN DAERAH TERPENCIL DAN JENIS IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

 

  1. bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, pengertian imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tertentu di daerah terpencil yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  2. bahwa pengertian daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang dimaksud perlu diatur pula dengan Peraturan Pemerintah;
  3. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur pengertian daerah terpencil, dan jenis-jenis imbalan dalam bentuk natural dan/atau kenikmatan dengan Peraturan Pemerintah;

 

Mengingat :

 

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
  3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459);

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGERTIAN DAERAH TERPENCIL DAN JENIS IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991.

 

 

Pasal 1

 

(1)

Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian, tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan, pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya yang besar.

(2)

Diberikan perlakuan yang sama dengan daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah perairan laut yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral dalam kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter (deep sea deposits).

 

 

Pasal 2

 

Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa di daerah terpencil yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, meliputi :

  1. fasilitas pengangkutan karyawan dan keluarganya dari tempat tinggal semula di dalam negeri ke lokasi bekerja di daerah terpencil;
  2. fasilitas tempat tinggal, termasuk perumahan, bagi karyawan dan keluarganya di lokasi bekerja di daerah terpencil;
  3. penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura di lokasi pekerjaan di daerah terpencil kepada karyawan agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya, dan kepada keluarganya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari;
  4. pelayanan kesehatan di lokasi bekerja di daerah terpencil atau di daerah lain di dalam negeri sepanjang tidak tersedia di daerah terpencil tersebut;
  5. fasilitas pendidikan dan olah raga bagi karyawan dan keluarganya di lokasi bekerja di daerah terpencil;
  6. fasilitas perjalanan cuti di dalam negeri bagi karyawan, termasuk tenaga kerja asing, satu kali dalam satu tahun maksimum dalam 14 (empat belas) hari;
  7. fasilitas pengangkutan karyawan dan keluarganya dari lokasi bekerja di daerah terpencil ke daerah asalnya pada saat pemutusan hubungan kerja baik karena pensiun atau karena sebab lain.

 

 

Pasal 3

 

Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan saran dari Menteri yang membidangi sektor-sektor usaha yang bersangkutan.

 

 

Pasal 4

 

Peraturan Pemerintah ini berlaku mulai tahun pajak 1992.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 September 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

Ttd

 

SOEHARTO

 

 

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 19 September 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

 

Ttd

 

MOERDIONO

 

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 106

 

 

 

 

PENJELASAN
ATAS

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 63 TAHUN 1992

 

TENTANG

 

PENGERTIAN DAERAH TERPENCIL DAN JENIS IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

 

 

UMUM

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 (selanjutnya disebut Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemberian penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tertentu kepada karyawan dan/atau orang lain berkenaan dengan pekerjaan atau jasa di daerah terpencil, bagi perusahaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan bagi penerimanya bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak.

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, bagi Wajib Pajak yang menanamkan modalnya di daerah terpencil diberikan kemudahan berupa penyusutan dan amortisasi yang lebih luwes.

 

Oleh karena itu perlu diatur pengertian daerah terpencil yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 dan pengertian penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 dengan Peraturan Pemerintah.

 

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

Dalam pasal ini diatur pengertian daerah terpencil untuk menerapkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, yaitu bahwa pemberian penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa di daerah terpencil berupa natura dan/atau kenikmatan tertentu, bagi perusahaan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan dan bagi karyawan atau penerima jasa bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak.

 

Di samping itu dalam pasal ini diatur pula pengertian daerah terpencil untuk menerapkan ketentuan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Ketentuan ini berlaku bagi para penanam modal (investor), baik dalam rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing atau Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri maupun tidak, yang melakukan investasi di daerah terpencil.

 

Ayat (1)

Dalam ayat ini diatur pengertian daerah terpencil yang berlaku baik untuk penerapan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 9 ayat (1) huruf d maupun ketentuan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.

Untuk dapat digolongkan sebagai daerah terpencil, harus memenuhi 2 (dua) persyaratan yang bersifat kumulatif, yaitu :

  1. daerah itu sulit dijangkau karena kekurangan atau keterbatasan prasarana dan sarana angkutan umum, baik darat, laut maupun udara, dan
  2. prasarana dan sarana sosial dan ekonomi tidak tersedia, atau walaupun tersedia tetapi dalam keadaan yang sangat terbatas, sehingga untuk menjalankan usahanya para penanam modal harus menyediakan sendiri prasarana dan sarana sosial dan ekonomi dimaksud.

Yang dimaksud dengan prasarana ekonomi adalah pelabuhan, jalan dari pelabuhan menuju lokasi (access road), jalan lingkungan, penyediaan air bersih, penyediaan tenaga listrik, dan prasarana lain di bidang ekonomi yang diperlukan untuk memungkinkan berjalannya suatu perusahaan.

 

Yang dimaksud dengan prasarana sosial adalah prasarana keagamaan (tempat ibadah), prasarana kesehatan, prasarana pendidikan dan prasarana olah raga yang diperlukan oleh karyawan dan keluarga.

 

Ayat (2)


Dalam ayat ini diatur daerah lain yang khusus untuk penerapan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 diperlakukan sama dengan daerah terpencil. Oleh karena itu terhadap Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di daerah-daerah sebagaimana diatur dalam ayat ini tetapi tidak memenuhi syarat sebagai daerah terpencil menurut ketentuan ayat (1), tidak memperoleh perlakuan Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.

 

Pasal 2

Walaupun telah memenuhi persyaratan sebagai daerah terpencil, tidak semua jenis penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dapat dikurangkan sebagai biaya dari penghasilan bruto pemberi kerja. Dalam pasal ini diatur jenis-jenis penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dapat dikurangkan sebagai biaya dari penghasilan bruto pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.

 

Pembatasan jenis-jenis penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan penyalahgunaan oleh pemberi kerja.

 

Fasilitas pengangkutan karyawan dan keluarganya dari tempat tinggalnya semula ke lokasi bekerja di daerah terpencil hanya berlaku satu kali bagi karyawan dan keluarganya dan tidak berlaku bagi pemberi jasa yang bukan karyawan. Ketentuan ini berlaku juga untuk fasilitas pengangkutan dari lokasi bekerja di daerah terpencil ke daerah asalnya sebagaimana dimaksud dalam huruf g Pasal ini. Bagi tenaga kerja yang berasal dari luar Indonesia, fasilitas ini terbatas hanya untuk pengangkutan di dalam negeri.

 

Yang dimaksud dengan fasilitas tempat tinggal adalah fasilitas tempat tinggal/perumahan bagi karyawan dan keluarganya di daerah terpencil tempat bekerjanya. Walaupun karyawan yang bersangkutan bekerja di daerah terpencil, tetapi apabila penyediaan fasilitas tempat tinggal tersebut bukan di daerah terpencil tempat kerjanya melainkan di daerah lain, maka pengeluaran untuk penyediaan fasilitas tersebut tidak boleh dikurangkan sebagai biaya dari penghasilan bruto perusahaan.

 

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura kepada karyawan di lokasi pekerjaan harus dibedakan dengan pakaian dan perlengkapan kerja lainnya yang merupakan persyaratan kerja. Pakaian kerja dan perlengkapan kerja lain yang merupakan persyaratan kerja, terutama persyaratan keselamatan kerja, adalah hal yang diwajibkan untuk dipenuhi oleh pemberi kerja kepada karyawannya dimana saja, bukan hanya di daerah terpencil. Yang dimaksud disini adalah pemberian makan dan minum oleh perusahaan kepada karyawan di lokasi bekerja. Imbalan dalam bentuk natura termasuk juga pemberian dalam bentuk natura untuk kepentingan keluarga karyawan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

 

Pasal 3

Cukup jelas

 

Pasal 4

Cukup jelas

 

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3499