Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 43/PJ.5/1995

Kategori : PPN

Pelaksanaan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Atas Pkp Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Penyempurnaan Ke-1 Atas Surat Edaran Seri PPN 12-95)


31 Agustus 1995


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 43/PJ.5/1995

TENTANG

PELAKSANAAN PEDOMAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN ATAS PKP YANG MENGGUNAKAN
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO (PENYEMPURNAAN KE-1 ATAS SURAT EDARAN SERI PPN 12-95)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 594/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 memilih dikenakan pajak dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-13/PJ.54/1995 tanggal 3 April 1995 perihal Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, maka untuk pelaksanaan lebih lanjut dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 antara lain diatur bahwa :
a. Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp. 600.000.000,00 diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak tersebut wajib menyelenggarakan pencatatan secara teratur tentang peredaran brutonya.
b. Terhadap Wajib Pajak yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, akan tetapi ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan peredaran bruto atau tidak memperlihatkan catatan peredaran brutonya, atau bukti-bukti pendukungnya, sehingga tidak diketahui besarnya peredaran bruto yang sebenarnya, maka peredaran bruto dan penghasilan nettonya dihitung berdasarkan norma penghitungan.
c. Terhadap Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, termasuk Wajib Pajak yang dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, akan tetapi ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak memperlihatkan pembukuan, atau bukti-bukti pendukungnya, sehingga tidak diketahui besarnya peredaran bruto yang sebenarnya, maka peredaran bruto dan penghasilan netonya dihitung berdasarkan norma penghitungan.
d. Terhadap Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, termasuk Wajib Pajak yang memilih menyelenggarakan pembukuan, akan tetapi ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, atau tidak memperlihatkan pembukuan, atau bukti-bukti pendukungnya, tetapi dapat diketahui peredaran bruto yang sebenarnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka perlakuan PPN terhadap Wajib Pajak yang penghasilan nettonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto adalah sebagai berikut :
1.1. Untuk Wajib Pajak tersebut pada butir a dan b, apabila berdasarkan suatu pemeriksaan ternyata peredaran bruto menurut hasil pemeriksaan lebih besar daripada peredaran bruto yang dilaporkan Pengusaha Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilainya, maka sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang menyatakan bahwa Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan tidak dapat dikreditkan, yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah peredaran bruto yang dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh :
Peredaran Bruto
atas Penyerahan
Barang Kena Pajak
Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan
Menurut SPT(Rp) Menurut Pemeriksa(Rp)
300.000.000,00 300.000.000,00 500.000.000,00
700.000.000,00 70% x 10% x 300.000.000,00 70% x 10% x 300.000.000,00
1.2. Untuk Wajib Pajak tersebut pada butir c dan d, maka meskipun penghasilan nettonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, tidak diperbolehkan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan dalam menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
2.

Selanjutnya terhadap Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan yang melakukan ekspor Barang kena Pajak dan/atau melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak, perlakuan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Pengusaha Kena Pajak tersebut adalah sebagai berikut :

a. Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak melakukan ekspor Barang Kena Pajak dan/atau melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak baik seluruhnya maupun sebagian, kemungkinan akan terjadi kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, kelebihan tersebut sesuai dengan Pasal 9 ayat (11) dan ayat (12) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, dapat dikembalikan.
b. Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai tersebut dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-01/PJ/1995 tentang Penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan Pajak Masukan.
c. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikembalikan dapat dihitung dengan contoh sebagai berikut :
c.1.
Penyerahan seluruhnya kepada Pemungut Pajak dalam bulan Mei 1995 sebesar Rp. 50.000.000,00
Pajak Keluaran terutang Rp. 5.000.000,00
PPN yang dipungut Pemungut Pajak dan SSP-nya sudah terlampir Rp. 5.000.000,00
Pajak yang dipungut sendiri N I H I L
   
Pajak Masukan dengan pedoman pengkreditan Pajak Masukan  
70% x 10% x Rp. 50.000.000,00 Rp. 3.500.000,00
PPN yang lebih dibayar Rp. 3.500.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikembalikan maksimum :  
7% x Rp. 50.000.000,00 Rp. 3.500.000,00
c.2. Penyerahan kepada Pemungut Pajak dalam bulan Juni 1995 :
a. SSP terlampir Rp. 50.000.000,00
b. SSP belum diterima Rp. 50.000.000,00
  Rp. 100.000.000,00
Penyerahan kepada bukan Pemungut Pajak dalam bulan Juni 1995 Rp. 50.000.000,00
Jumlah seluruh penyerahan Rp. 150.000.000,00
Pajak Keluaran terutang Rp. 15.000.000,00
PPN yang dipungut Pemungut Pajak Rp. 10.000.000,00
PPN yang dipungut sendiri Rp. 5.000.000,00
Pajak Masukan dengan pedoman pengkreditan Pajak Masukan :  
70% x 10% x Rp. 150.000.000,00 Rp. 10.500.000,00
Kelebihan Pajak Masukan Rp. 5.500.000,00

Pada SPT dinyatakan terdapat SSP bulan-bulan lalu yang dilampirkan pada bulan Juni 1995 untuk penyerahan kepada Pemungut Pajak sebesar Rp. 25.000.000,00. Penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikembalikan :

Penyerahan kepada Pemungut Pajak bulan Juni 1995 yang SSP-nya terlampir Rp. 50.000.000,00
Penyerahan kepada Pemungut Pajak bulan-bulan lalu tetapi SSP-nya baru dilampirkan pada bulan Juni 1995 Rp. 25.000.000,00
Jumlah penyerahan Rp. 75.000.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikembalikan, maksimum :  
7% x Rp. 75.000.000,00 Rp. 5.250.000,00
Kelebihan Pajak Masukan bulan ini Rp. 5.500.000,00
Kompensasi ke Masa Pajak berikutnya Rp. 250.000,00
d. Penghitungan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dan pelaporannya agar dilakukan sesuai dengan petunjuk pengisian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai formulir 1195.

Untuk mempermudah penggunaan Surat Edaran ini, dianjurkan agar pengarsipan Surat Edaran ini disatukan dengan Surat Edaran Nomor SE-13/PJ.54/1995 (SERI PPN 12-95).


Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER