Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 11/PJ.41/1995

Kategori : PPh

Petunjuk Pengisian Spt Tahunan PPh Tahun 1994 Dalam Rangka Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Antara Direktorat Jenderal Pajak, Pertamina Dan Hiswana Migas


28 Februari 1995


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 11/PJ.41/1995

TENTANG

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PPh TAHUN 1994 DALAM RANGKA PELAKSANAAN
PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK, PERTAMINA DAN HISWANA MIGAS

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sebagai pelaksanaan perjanjian kerjasama dalam rangka pengenaan, pemungutan, pembayaran dan pelaporan PPh atas produk Pertamina yang ditanda tangani tanggal 8 Juli 1994, dengan ini disampaikan petunjuk pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 1994 sebagai berikut :

  1. Berdasarkan Pasal 6 ayat (4) Perjanjian Kerjasama, bahwa SPBU, Agen/dealer produk Pertamina Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak Tanah tetap berkewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh yang harus melaporkan seluruh penghasilannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  1. Mengingat bahwa dalam pelaksanaan pengenaan, pemungutan, pembayaran dan pelaporan PPh berdasarkan Perjanjian Kerjasama memiliki kekhususan, maka dipandang perlu untuk membuat petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Tahunn 1994 khusus, yang disesuaikan dengan ketentuan  Perjanjian Kerjasama dengan petunjuk pengisian SPT tahunan PPh Tahunn 1994 yang umum yang telah dituangkan dalam Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Tahunn 1994.
  1. Bagi SPBU, Agen/dealer produk Pertamina yang menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari usaha sebagai penyalur Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah,  jumlah PPh yang terutang untuk suatu tahun pajak adalah sama dengan jumlah PPh Pasal 25 yang telah disetor selama tahun pajak tersebut berdasarkan perjanjian kerjasama. Dengan demikian, sepanjang penyalur tersebut tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain selain dari usaha sebagai Penyalur Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah, untuk tahun pajak yang bersangkutan tidak ada Pajak Penghasilan yang kurang atau lebih bayar.
    Oleh karena itu ruang besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak berikutnya diisi "NIHIL".  Dalam hal jumlah pajak yang terutang sebagai hasil penerapan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 atas Penghasilan Kena Pajak berdasarkan laporan  keuangan tidak sama dengan jumlah PPh yang telah disetor berdasarkan ketentuan Perjanjian Kerjasama, maka atas jumlah penghasilan kena pajak tersebut dilakukan penyesuaian sehingga
    penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 atas penghasilan kena pajak yang telah disesuaikan adalah sama dengan jumlah PPh yang telah disetor berdasarkan Perjanjian Kerjasama.
    Contoh pengisian SPT Tahunnan seperti tersebut pada lampiran 1.
  1. Bagi SPBU, agen/dealer produk Pertamina yang menerima atau memperoleh penghasilan lain selain sebagai penyalur Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah penghasilan Netto sebagai  penyalur premium, solar, pelumas, gas LPG dan minyak tanah dijumlahkan dengan penghasilan netto lainnya dan dikenakan PPh sesuai dengan Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Penghasilan lain selain penghasilan sebagai penyalur premium, solar, pelumas, gas LPG dan minyak tanah harus dibukukan secara terpisah. Dalam menghitung besarnya penghasilan netto dari usaha sebagai Penyalur Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah, besarnya biaya overhead yang diperhitungkan adalah sesuai dengan jumlah yang diperhitungkan dalam menghitung besarnya PPh yang harus disetor waktu penebusan Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah sesuai dengan Perjanjian Kerjasama.
    Besarnya biaya overhead yang diperhitungkan, sesuai dengan perhitungan yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh menurut perjanjian kerjasama, yaitu :

    4.1.

    Untuk SPBU Swastanisasi

     

    Premium 

    : 68,14% X Laba Bruto

     

    Solar 

    : 68,14% X Laba Bruto

     

    Untuk SPBU Pertamina

     

    Premium 

    : 61,99% X Laba Bruto

     

    Solar

    : 61,99% X Laba Bruto

    4.2.

    Untuk Pelumas 

    : 73,05% X Laba Bruto

    4.3.

    Untuk Gas LPG 

    : 84,34% X Laba Bruto

    4.4. 

    Untuk Minyak Tanah 

    : 73,26% X Laba Bruto

    Dalam hal hasil penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 atas penghasilan netto sebagai penyalur Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah berdasarkan laporan keuangan tidak sama dengan jumlah PPh yang telah disetor atas penebusan Premium, Solar, Pelumas Gas LPG dan Minyak tanah yang bersangkutan,
    maka penghasilan netto tersebut disesuaikan terlebih dahulu sehingga penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 terhadap jumlah setelah disesuaikan adalah sama dengan jumlah PPh yang disetor berdasarkan Perjanjian Kerjasama. Dalam melakukan penghitungan besarnya biaya overhead yang dibebankan sebagai biaya
    sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 dalam rangka menghitung besarnya penghasilan netto selain sebagai penyalur Premium, Solar, Gas LPG dan Minyak tanah, harus diperhatikan besarnya overhead yang telah diperhitungkan dalam rangka menghitung besarnya penghasilan sebagai Penyalur
    Premium, Solar, Pelumas Gas LPG dan Minyak tanah. Contoh pengisian SPT Tahunan PPh seperti tersebut pada lampiran 2.

  1. Dalam hal SPBU disamping menyalurkan Premium, Solar, Pelumas juga menyalurkan Premix, maka sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-02/PJ.41/1995 tanggal 8 Pebruari 1995 tentang Pembayaran PPh Pasal 25 atas penebusan bahan bakar Premix, ketentuan tersebut pada butir 1 s/d 4 berlaku pula dalam pengisian SPT Tahunan PPh Tahunn 1994 bagi SPBU yang bersangkutan. Dengan demikian untuk SPBU yang menyalurkan Premix dalam menghitung besarnya penghasilan netto dari usaha menyalurkan Premix, besarnya biaya overhead yang diperhitungkan adalah sesuai dengan jumlah yang diperhitungkan dalam menghitung besarnya PPh yang harus disetor waktu penebusan Premix sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-02/PJ.41/1995. Besarnya biaya overhead yang diperhitungkan, sesuai dengan perhitungan yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh menurut perjanjian kerjasama, yaitu :

    Untuk SPBU Swastanisasi

    Premix 

    : 70,17% X Laba Kotor

    Untuk SPBU Pertamina

    Premix 

    : 69,34% X Laba Kotor


Demikian untuk diketahui dan agar Surat Edaran ini dapat Saudara sebarluaskan kepada SPBU, agen/dealer Premium, Solar, Pelumas dan Minyak tanah di wilayah kerja Saudara masing-masing.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER