Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 41/PJ.4/1995

Kategori : PPh

Surat Setoran Pajak "Final" Untuk Penyetoran PPh Pasal 22 Yang Dipungut Oleh Bulog, Pertamina, Dan Badan Usaha Yang Bergerak Dibidang Premix (Seri PPh Pasal 22 No. 3)


14 Agustus 1995


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 41/PJ.4/1995

TENTANG

SURAT SETORAN PAJAK "FINAL" UNTUK PENYETORAN PPh PASAL 22 YANG DIPUNGUT OLEH BULOG,
PERTAMINA, DAN BADAN USAHA YANG BERGERAK DI BIDANG PREMIX (SERI PPh PASAL 22 NO. 3)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Dengan Surat Edaran Nomor: SE-19/PJ.41/1995 tanggal 25 April 1995 tentang Tata Cara pemungutan dan pelaporan Wajib Pungut PPh Pasal 22 oleh Bulog, Pertamina, dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis Premix (Seri PPh Pasal 22 No.1), telah diberikan petunjuk pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 599/KMK.04/1994 yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 147/KMK.04/1995. Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan pada butir 5.3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-19/PJ.41/1995 mengenai formulir Surat Setoran Pajak Final bentuk KP.PDIP 5.2. 95, dengan ini diberikan penegasan lebih lanjut sebagai berikut :

  1. Sesuai dengan ketentuan butir 5.2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-19/PJ.41/1995, pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi berupa premium, solar, pelumas, gas LPG, minyak tanah dan premix atau penyerahan gula pasir dan tepung terigu dilaksanakan dengan cara pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang disetor sendiri oleh pembeli atau penerima penyerahan barang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

  2. Pajak Penghasilan Pasal 22 tersebut disetor oleh Wajib Pajak (penyalur, agen, grosir) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) "Final" (KP.PDIP.5.2-95) yang setelah dibubuhi tanda terima oleh bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, lembar -1 dan ke-3 SSP dikembalikan kepada Wajib Pajak sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22.

  3. Wajib Pajak menyampaikan lembar ke-3 SSP Final tersebut diatas kepada pemungut pajak (Bulog, Pertamina atau badan lain).

  4. Dengan disampaikannya lembar ke-3 SSP Final tersebut kepada pemungut pajak, maka Wajib Pajak tidak diwajibkan melaporkan setiap SSP Final tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak atau meminta cap KPP, meskipun pada pojok kanan bawah SSP "Final" lembar ke 1 dan ke 3 terdapat kata-kata diterima oleh KPP, tanggal, paraf dan cap KPP.

  5. Pemungut pajak menyimpan lembar ke-3 SSP "Final" yang diterima, dan tidak perlu melampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 22 (KP.PPh.1.7/SPT-95).

  6. Kantor Pelayanan Pajak melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak yang melakukan penebusan premium, solar, pelumas, Gas LPG, minyak tanah, premix, tepung terigu dan gula dengan menggunakan SSP "Final" lembar ke 2 dari KPKN yang di administrasikan oleh Seksi PPh Badan (KPP Type A) atau Seksi PPh Badan dan Pemotongan/Pemungutan (KPP Type B) atau Seksi PPh Perseorangan.

  7. Sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 251/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995, Pertamina, Badan usaha selain Pertamina, dan Bulog harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 selambat-lambatnya dua puluh hari setelah masa pajak berakhir dengan formulir Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 (oleh Pertamina/ Badan usaha selain Pertamina/Bulog).

Demikian untuk dilaksanakan sebaik-baiknya dan disebarluaskan kepada para Wajib Pajak yang terkait.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER