Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : P - 26/BC/2007

Kategori : Lainnya

Tatalaksana Pindah Lokasi Penimbunan Barang Impor Yang Belum Diselesaikan Kewajiban Kepabeanannya Dari Satu Tempat Penimbunan Sementara Ke Tempat Penimbunan Sementara Lainnya


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR P - 26/BC/2007

TENTANG

TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM
DISELESAIKAN KEWAJIBAN KEPABEANANNYA DARI SATU TEMPAT
PENIMBUNAN SEMENTARA KE TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA LAINNYA

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :


  1. Bahwa pemindahan lokasi penimbunan barang-barang impor yang belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya karena tuntutan akan kelancaran arus barang di pelabuhan berpotensi risiko tidak terpenuhinya hak-hak negara;
  2. Bahwa upaya peningkatan pelayanan guna memperlancar arus barang impor dan ekspor perlu diimbangi dengan sistem pengawasan di bidang kepabeanan yang efektif dan efisien guna mencegah pelanggaran perundang-undangan yang berlaku;
  3. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir a dan b, perlu menetapkan Peraturan  Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tatalaksana Pindah Lokasi Penimbunan Barang Impor yang belum Diselesaikan Kewajiban Kepabeanannya Dari Satu Tempat Penimbunan Sementara ke Tempat Penimbunan Sementara Lainnya.

 

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007;
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003;
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Ekspor;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 39/PMK.04/2006 tentang Tatalaksana Penyerahan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut, Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut dan Manifes keberangkatan Sarana Pengangkut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2006;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi  Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  7. Peraturan Menteri Keuangan omor 70/PMK.04/2007 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara.

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN KEPABEANANNYA DARI SATU TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA KE TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA LAINNYA.


Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan :
  1. Barang impor adalah barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
  2. Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
  3. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  4. Tempat Penimbunan Sementara (TPS) adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  5. Pejabat adalah Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006.
  6. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (Pengusaha TPS) adalah pengusaha yang mengelola lapangan atau gudang penumpukan kontainer atau barang impor dalam suatu kawasan pabean yang berada di dalam area pelabuhan, yang memiliki ijin sebagai Pengusaha TPS dari Menteri, Keuangan berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  7. Yard Occupancy Ratio (YOR) atau tingkat penggunaan lapangan penumpukan adalah perbandingan antara jumlah penggunaan lapangan penumpukan dengan lapangan penumpukan yang tersedia (siap oprerasi) yang dihitung dalam satuan ton/hari atau m3/hari.
  8. Shed Occupancy Ratio (SOR) atau tingkat penggunaan gudang adalah perbandingan antara jumlah penggunaan ruang penumpukan dengan ruang penumpukan yang tersedia yang dihitung dalam satuan ton/hari atau m3/hari.
  9. Pindah Lokasi Penimbunan (PLP) adalah pemindahan lokasi penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban Kepabeanannya dari suatu gudang atau lapangan penumpukan Tempat  Penimbunan Sementara (TPS) tertentu ke suatu gudang atau lapangan penumpukan tertentu atau TPS lainnya yang berada dalam satu wilayah pengawasan Kantor Pabean.
  10. Container Scanner Inspection System adalah sistem pemeriksaan fisik barang impor dalam peti kemas dengan mengggunakan alat Container Scanner.
  11. Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Utama dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.


Pasal 2


(1)  Pindah Lokasi Penimbunan (PLP) hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Pejabat yang menangani administrasi manifest atas nama Kepala Kantor Pabean, berdasarkan permohonan dari Pengusaha TPS yang mengelola gudang atau lapangan penumpukan asal.
(2)  Dalam rangka pengambilan keputusan terhadap permohonan PLP, Pejabat yang menangani administrasi manifest dapat berkoordinasi dengan Pejabat yang menangani penindakan dan penyidikan.


Pasal 3


(1)  Izin PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan dalam hal :
  1. YOR atau SOR TPS bersangkutan telah melampaui batas 85% dan berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean dapat terjadi stagnasi;atau
  2. Barang impor konsolidasi, pengangkutan barang impor menggunakan satu kontainer untuk lebih dari satu atau untuk banyak alamat consignee/penerima barang (Less than Container Load = LCL,);atau
  3. Barang impor yang karena sifatnya membutuhkan sarana dan prasarana penyimpanan atau penumpukan yang khusus dan tidak tersedia di gudang atau lapangan penumpukan barang di tempat penimbunan sementara.
(2)  Pengusaha TPS yang mengajukan permohonan PLP wajib mencantumkan :
  1. Keterangan yang menyatakan batas YOR atau SOR TPS yang bersangkutan telah melampaui 85% dalam hal permohonan PLP diajukan berdasarkan kondisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (a);
  2. Rincian jumlah dan jenis barang, nama consignee, nomor koli atau nomor kontainer dan nomor segel pelayanan Barang impor yang dimohonkan PLP-nya;
  3. Surat pernyataan dari Pengusaha TPS tempat tujuan PLP akan ketersediaan ruang atau tempat penimbunan bagi Barang Impor yang dimohonkan PLP-nya.
(3)  Format surat permohonan PLP adalah sebagaimana dimaksud dalam lampiran I Peraturan ini.


Pasal 4


(1)  Pemberian keputusan atas permohonan PLP wajib diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan PLP dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diterima dengan lengkap.
(2)  Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlampaui, permohonan PLP diangggap disetujui dan tetap diterbitkan keputusan persetujuan.
(3)  Keputusan atas permohonan PLP diterakan pada surat permohonan PLP sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I peraturan ini.
(4) Surat Permohonan PLP yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dipergunakan sebagai pelindung pengangkutan Barang impor pada pelaksanaan PLP.


Pasal 5


(1)  Pemberian izin PLP berdasarkan pertimbangan YOR atau SOR TPS bersangkutan telah melampaui batas 85%, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a hanya terhadap Barang Impor yang termasuk dalam kategori komoditas berisiko rendah dan diimpor oleh importir berisiko rendah.
(2)  Pejabat yang menangani penindakan dan penyidikan pada Kantor Pabean dapat melakukan pemeriksaan menggunakan Container Scanner Inspection System terhadap Barang Impor yang diberikan izin PLP.
(3)  Dalam hal dari pemeriksaan dengan menggunakan Container Scanner Inspection System menyimpulkan adanya dugaan pelangggaran kepabeana dan diperlukan pemeriksaan fisik lebih lanjut, maka Kepala Kantor Pabean dapat memerintahkan kepada Pejabat yang menangani, penindakan dan penyidikan untuk segera melakukan pemeriksaan karena jabatan dan/atau penindakan lain yang diperlukan demi pengamanan hak keuangan negara atas barang yang bersangkutan.
(4) Pemeriksaan karena jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan menurut ketentuan yang berlaku.


Pasal 6


(1)  Pengangkutan Barang Impor yang telah diberi ijin PLP dari TPS asal ke TPS tujuan wajib dilindungi dengan segel dan dapat dilakukan pengawalan dalam hal dianggap perlu.
(2)  Pemasangan segel dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi pengeluaran barang di TPS asal barang.
(3)  Segel sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilepas oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang di TPS tujuan.
(4) Pengusaha TPS yang mengajukan permohonan PLP wajib menjamin agar segel sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak rusak, lepas atau hilang.
(5) Kelalaian atas kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 105 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.


Pasal 7


(1)  Pengusaha TPS asal wajib menyelenggarakan pembukuan terhadap barang impor yang telah diberikan izin PLP dan telah dikeluarkan dari TPS asal.
(2)  Pengusaha TPS tujuan wajib menyelenggarakan pembukuan terhadap barang impor yang telah mendapat izin PLP dan telah selesai dibongkar di TPS tujuan.
(3)  Sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan PLP, Pengusaha TPS Asal dan TPS tujuan wajib melaporkan Laporan Bulanan Rekapitulasi PLP Barang Impor kepada Kepala Kantor Pabean u.p. Pejabat yang menangani administrasi manifest.
(4) Format Laporan Bulanan Rekapitulasi PLP adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan ini.


Pasal 8


(1)  Pengusaha TPS yang mengajukan permohonan PLP bertanggungjawab atas Bea Masuk, Cukai dan Pajak Dalam rangka Impor yang terutang atas barang Impor yang diberikan izin PLP sampai dengan Barang impor tersebut selesai dipindahkan ke TPS tujuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
(2)  Segala biaya dan risiko terkait pelaksanaan PLP menjadi tanggung jawab pemohon PLP.
(3)  Tata Kerja Pengajuan dan Pelaksanaan PLP adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran III peraturan ini.


Pasal 9


Penghitungan jangka waktu penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dihitung sejak ditimbun di TPS yang pertama.


Pasal 10


(1)  Pengeluaran Barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dengan tujuan TPS selain pelabuhan pada Kantor Pabean lainnya dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme angkut lanjut (BC 1.2).
(2)  Pengeluaran Barang impor sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal :
  1. Barang impor yang akan dipindahkan penimbunannya adalah Barang impor yang termasuk dalam kategori komoditas berisiko rendah dan diimpor oleh importir berisiko rendah;atau
  2. Barang impor yang karena sifatnya membutuhkan sarana dan prasarana penyimpanan atau penumpukan yang khusus dan tidak tersedia di gudang atau lapangan penumpukan barang di tempat penimbunan sementara di Kantor Pabean asal.


Pasal 11


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku mulai tanggal 01 September 2007.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal ini dengan menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Agustus 2007
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

ttd.

ANWAR SUPRIJADI
NIP 20050332