Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 25/PJ/2012

Kategori : PBB

Petunjuk Pelaksanaan Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan


25 April 2012


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 25/PJ/2012
        
TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN
PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


A. Umum

Dalam rangka memberikan kepastian hukum terkait pengangsuran dan penundaan pembayaran utang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk mendukung pelaksanaan pemberian pengangsuran dan penundaan utang PBB dimaksud, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai pedoman dalam memproses permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang PBB.
B. Maksud dan Tujuan

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan acuan dalam memproses permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang PBB yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan penjelasan dan penegasan mengenai hal-hal yang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2011 masih bersifat umum, serta memberikan petunjuk mengenai prosedur penyelesaian permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang PBB.
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi penjelasan mengenai kriteria Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang PBB, penghitungan denda administrasi dan jangka waktu pengangsuran atau penundaan, pembayaran, prosedur yang digunakan, dan bentuk formulir yang digunakan.
D. Dasar

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
E. Penjelasan dan Penegasan
1. Kriteria Wajib Pajak
Wajib Pajak yang dapat mengajukan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang PBB adalah:
a. Wajib Pajak Badan yang mengalami kesulitan likuiditas, dibuktikan dengan menunjukkan besarnya rasio aktiva lancar terhadap utang lancar kurang dari 1 (satu) serta melampirkan Laporan Keuangan tahun sebelumnya dan/atau SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan tahun pajak sebelumnya.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengalami kesulitan keuangan, dibuktikan antara lain dengan:
1) surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa/Lurah dalam hal Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan; atau
2) menunjukkan besarnya rasio aktiva lancar terhadap utang lancar kurang dari 1 (satu) dalam hal Wajib Pajak dimaksud menyelenggarakan pembukuan serta melampirkan Laporan Keuangan tahun sebelumnya.
c. Wajib Pajak yang mengalami keadaan di luar kekuasaannya, yang meliputi bencana alam, kebakaran, huru-hara/kerusuhan masal, atau keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak, dibuktikan antara lain dengan:
1) surat pernyataan tertulis yang ditandatangani Wajib Pajak dan disetujui Camat yang menyatakan terjadinya bencana alam sehingga Wajib Pajak tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya secara tepat waktu; atau
2) dokumen resmi yang menyatakan adanya keadaan lain selain angka 1) yang bukan kesalahan Wajib Pajak.
2. Penghitungan Denda Administrasi dan Jangka Waktu Pengangsuran atau Penundaan
a. Denda administrasi dikenakan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak jatuh tempo Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP KBB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
b. Denda administrasi yang timbul akibat pengangsuran atau penundaan pembayaran PBB, ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STP PBB) atas denda administrasi pada setiap tanggal jatuh tempo pengangsuran atau tanggal jatuh tempo penundaan.
c. Jangka waktu pengangsuran atas pembayaran utang PBB paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya surat keputusan, dan masa pengangsuran dimulai setelah jatuh tempo SPPT, SKP PBB, atau STP PBB.
d. Jangka waktu penundaan atas pembayaran utang PBB dapat diberikan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya surat keputusan.
e. Dalam hal PBB-P2 akan dialihkan menjadi pajak daerah, jangka waktu pengangsuran atau penundaan pembayaran utang PBB dapat diberikan paling lama sampai dengan akhir Desember sebelum Tahun Pengalihan.
contoh:
Jatuh tempo pembayaran SPPT adalah 31 Agustus 2012. Pada tanggal 1 Januari 2013 PBB-P2 akan dialihkan menjadi pajak daerah. Atas permohonan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang PBB dalam SPPT tersebut, jangka waktu pengangsuran atau penundaan dapat diberikan paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2012.
f. Contoh penghitungan besarnya angsuran dan denda administrasi pada pengangsuran pembayaran utang PBB adalah sebagaimana contoh pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
g. Contoh penghitungan besarnya denda administrasi pada penundaan pembayaran utang PBB adalah sebagaimana contoh pada Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
3. Pembayaran
  1. Pembayaran angsuran utang PBB atau pelunasan utang PBB yang ditunda pembayarannya, dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SSP PBB) pada Bank/Pos Persepsi PBB yang tercantum dalam keputusan pengangsuran atau keputusan penundaan.
  2. Bank/Pos Persepsi PBB sebagaimana dimaksud pada huruf a diutamakan Bank/Pos Persepsi PBB yang merangkap sebagai Tempat Pembayaran di wilayah KPP Pratama setempat.
4. Prosedur
  1. Prosedur Penyelesaian Permohonan Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. Prosedur Perekaman Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SSP PBB) atas Pembayaran Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. Prosedur Penyampaian Surat Pemberitahuan Perubahan Saldo Utang PBB yang Diangsur atau Ditunda Pembayarannya sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  4. Prosedur Penetapan Kembali Besarnya Angsuran dan/atau Masa Angsuran Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
5. Bentuk formulir
  1. Surat Permohonan Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana contoh pada Lampiran VII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. Lembar Penelitian Persyaratan Permohonan Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. Surat Pemberitahuan Permohonan Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran PBB Tidak Dapat Dipertimbangkan adalah sebagaimana contoh pada Lampiran IX Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  4. Laporan Hasil Penelitian Permohonan Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran X Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  5. Surat Pemberitahuan Perubahan Saldo Utang PBB adalah sebagaimana contoh pada Lampiran XI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  6. Surat Usulan Perubahan Pengangsuran Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana contoh pada Lampiran XII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  7. Laporan Hasil Penelitian Usulan Perubahan Pengangsuran Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  8. Laporan Hasil Penelitian Perubahan Pengangsuran Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Secara Jabatan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XIV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 April 2012
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001



Tembusan :
  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
  2. Para Direktur, Tenaga Pengkaji, dan Kepala Pusat di lingkungan Kantor Pusat DJP