Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 16/PJ/2017

Kategori : KUP

Permintaan Informasi Dan/Atau Bukti Atau Keterangan Terkait Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan


14 Juli 2017


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 16/PJ/2017

TENTANG

PERMINTAAN INFORMASI DAN/ATAU BUKTI ATAU KETERANGAN TERKAIT AKSES
INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


A. Umum

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017, Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari Lembaga Jasa Keuangan (LJK), LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional, yang meliputi penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis dan pemberian Informasi dan/atau Bukti atau Keterangan (IBK) berdasarkan permintaan.

Pada tahap awal pelaksanaan kewenangan dimaksud dan untuk menjaga efektifitas pengawasan atas pemanfaatan akses informasi keuangan yang diberikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, diperlukan pengaturan lebih lanjut khususnya terkait permintaan IBK kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dengan mempertimbangkan skala prioritas pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan khususnya dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, penagihan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan pajak, pelaksanaan perjanjian internasional, serta penyelesaian proses Prosedur Persetujuan Bersama/Mutual Agreement Procedures (MAP) dan Kesepakatan Harga Transfer/Advance Pricing Agreement (APA). Oleh karena itu, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang Permintaan Informasi dan/atau Bukti atau Keterangan Terkait Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan permintaan IBK terkait akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
2. Tujuan
Surat Edaran ini disusun dengan tujuan agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat:
a. memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan berkenaan dengan keperluan perpajakan sesuai dengan perjanjian internasional di bidang perpajakan; dan
b. menjalankan administrasi perpajakan secara efektif dan efisien karena didukung oleh ketersediaan informasi keuangan yang akurat dan dapat diandalkan.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi:
1. Ketentuan Umum;
2. Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Pelaksanaan Perjanjian Internasional;
3. Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Pemeriksaan;
4. Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Penagihan Pajak;
5. Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Pajak;
6. Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Penyelesaian Proses Prosedur Persetujuan Bersama/Mutual Agreement Procedures (MAP) dan Kesepakatan Harga Transfer/Advance Pricing Agreement (APA);
7. Prosedur Penerimaan IBK;
8. Prosedur Pengawasan Pemberian IBK;
9. Prosedur Pengawasan atas Pemanfaatan Permintaan IBK; dan
10. Ketentuan Lain.
   
D. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai;
6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;
7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000;
8. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017.
   
E. Ketentuan Umum

1. Dalam rangka akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, Direktur Jenderal Pajak berwenang meminta IBK dari LJK, LJK Lainnya, dan/atau EntitasLain.
2. Dengan mempertimbangkan tahap awal pelaksanaan kewenangan atas akses informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1, lingkup permintaan IBK yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini adalah:
a. pelaksanaan perjanjian internasional;
b. pemeriksaan;
c. penagihan pajak;
d. pemeriksaan bukti permulaan;
e. penyidikan pajak; dan
f. penyelesaian proses Prosedur Persetujuan Bersama/Mutual Agreement Procedures (MAP) dan Kesepakatan Harga Transfer/Advance Pricing Agreement (APA).
3. Permintaan IBK dilakukan oleh:
a. Direktur Jenderal Pajak;
b. Pejabat setingkat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP);
c. Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) atas nama Direktur Jenderal Pajak; atau
d. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atas nama Direktur Jenderal Pajak.
4. Kewenangan permintaan IBK diatur sebagai berikut:
a. Direktur Perpajakan Internasional berwenang melakukan permintaan IBK dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional dan penyelesaian proses Prosedur Persetujuan Bersama/Mutual Agreement Procedures (MAP) dan Kesepakatan Harga Transfer/Advance Pricing Agreement (APA);
b. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan berwenang melakukan permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan yang dilakukan di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan;
c. Direktur Penegakan Hukum berwenang melakukan permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan pajak yang dilakukan di Direktorat Penegakan Hukum;
d. Kepala Kanwil DJP berwenang melakukan permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan pajak yang dilakukan di Kanwil DJP;
e. Kepala KPP, yang dilakukan melalui Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP tersebut, berwenang melakukan permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan yang dilakukan di KPP;
f. Kepala KPP berwenang melakukan permintaan IBK dalam rangka penagihan pajak.
5. Ketentuan terkait permintaan IBK:
a. untuk permintaan IBK dalam rangka kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) permintaan disampaikan kepada kantor pusat atau unit pada LJK, LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain yang bertanggung jawab untuk memberikan IBK dimaksud, baik terhadap Pemegang Rekening Keuangan yang telah diketahui atau belum diketahui nomor rekening keuangannya; dan
2) dalam hal jawaban terkait permintaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) menyatakan IBK tidak tersedia pada kantor pusat atau unit pada LJK, LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain yang bertanggung jawab untuk memberikan IBK dimaksud namun tersedia pada unit vertikal LJK, LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain, maka disampaikan permintaan baru yangditujukan kepada unit vertikal dimaksud.
b. untuk permintaan Informasi berupa informasi keuangan dalam rangka kegiatan penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf f disampaikan kepada:
1) kantor pusat atau unit pada LJK, LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain yang bertanggung jawab untuk memberikan IBK dimaksud; atau
2) unit vertikal pada LJK, LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain yang mengelola rekening keuangan atas nama Pemegang Rekening Keuangan.
6. Permintaan IBK paling sedikit memuat informasi sebagai berikut:
a. IBK yang diminta;
b. format dan cara pemberian IBK yang diminta;
c. alasan dilakukannya permintaan tersebut; dan
d. pegawai atau pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang menangani permintaan IBK dimaksud.
7. Permintaan IBK untuk pemeriksaan yang dilakukan di KPP dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Permintaan disampaikan Kepala KPP kepada LJK, LJK Lainnya, atau Entitas Lain melalui Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP tersebut;
b. Kepala Kanwil DJP menindaklanjuti permintaan Kepala KPP dengan menyampaikan permintaan IBK tersebut menggunakan surat pengantar permintaan IBK secara periodik paling lama setiap dua minggu kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
c. Surat pengantar permintaan IBK dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
8. Informasi yang diminta sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah informasi keuangan terkait rekening keuangan, antara lain berupa nomor rekening, subrekening, saldo atau nilai, mutasi transaksi, yang dikelola oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
9. Unit Eselon II pada KPDJP, Kanwil DJP, dan KPP yang menerima IBK berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 menerbitkan Tanda Terima IBK kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain tersebut yang dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
10. Terhadap permintaan IBK kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dilakukan pengawasan atas pemenuhan kewajiban pemberian IBK dan dapat ditindaklanjuti dengan penerbitan klarifikasi, teguran tertulis, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai petunjuk teknis mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
11. Terhadap IBK yang telah disampaikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dilakukan pengawasan atas pemanfaatan IBK dimaksud.
12. Permintaan IBK sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan melalui AKASIA. Namun demikian saat ini AKASIA sedang dilakukan penyesuaian untuk dapat mendukung pelaksanaan permintaan IBK sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Oleh karena itu, penerbitan surat permintaan tersebut dilakukan secara manual dan surat permintaan tersebut diarsipkan.
   
F. Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Pelaksanaan Perjanjian Internasional

1. Permintaan IBK dilakukan oleh Direktur Perpajakan Internasional.
2. Permintaan IBK dilakukan dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional berupa pelaksanaan pertukaran informasi berdasarkan permintaan Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
3. Atas IBK yang diberikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan IBK dimaksud kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional.
4. Administrasi penerbitan permintaan IBK sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan oleh SubDirektorat Pertukaran Informasi.
5. Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Pelaksanaan Perjanjian Internasional adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
G.

Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Pemeriksaan

 

1. Permintaan IBK dilakukan oleh:
a. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk pemeriksaan yang dilaksanakan di KPDJP;
b. Kepala Kanwil DJP untuk pemeriksaan yang dilaksanakan di Kanwil DJP; dan
c. Kepala KPP melalui Kepala Kanwil DJP, untuk pemeriksaan yang dilaksanakan di KPP.
2. Permintaan IBK dilakukan untuk keperluan:
a. pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan
b. pemeriksaan untuk tujuan lain, kecuali:
1) penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan;
2) Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan permohonan Wajib Pajak; dan
3) pengumpulan bahan guna penyusunan norma perhitungan penghasilan neto.
3. Untuk tahun 2017, permintaan IBK diprioritaskan terhadap Wajib Pajak yang masuk dalam Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP).
4. Permintaan IBK hanya dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak yang tercantum dalam Surat Perintah Pemeriksaan (SP2).
5. Administrasi penerbitan permintaan IBK sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dilakukan oleh SubDirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan.
6. Administrasi penerbitan permintaan IBK sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dan huruf c dilakukan oleh Seksi Administrasi Bukti Permulaan dan Penyidikan, Bidang Pemeriksaan Penyidikan Intelijen dan Penyidikan.
7. Prosedur terkait permintaan IBK meliputi:
a. Prosedur Pengusulan Permintaan IBK dalam rangka Pemeriksaan di KPP;
b. Prosedur Pengusulan Permintaan IBK dalam rangka Pemeriksaan di Kanwil DJP;
c. Prosedur Penyelesaian Usul Permintaan IBK dalam rangka Pemeriksaan di Kanwil DJP;
d. Prosedur Pengusulan Permintaan IBK dalam rangka Pemeriksaan di KPDJP; dan
e. Prosedur Penyelesaian Usul Permintaan IBK dalam rangka Pemeriksaan di KPDJP,
adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
H.

Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Penagihan Pajak

 

1. Permintaan IBK dilakukan oleh Kepala KPP.
2. Permintaan IBK dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk permintaan yang dilakukan kepada LJK sektor perbankan dan sektor pasar modal:
1) bagi Penanggung Pajak yang belum diketahui nomor rekening keuangannya pada LJK sektor perbankan:
a) dilakukan pemblokiran melalui kantor pusat bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai penagihan pajak;
b) pemblokiran sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan oleh Kepala KPP tanpa perlu meminta informasi keuangan terlebih dahulu kepada LJK sektor perbankan.
2) bagi Penanggung Pajak yang telah diketahui nomor rekening keuangannya pada LJK sektor perbankan, dilakukan pemblokiran kepada bank pengelola simpanan Penanggung Pajak.
3) dalam hal Penanggung Pajak menolak memberikan kuasa kepada pimpinan bank atau pejabat bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaannya yang tersimpan pada bank kepada Jurusita Pajak, dilakukan permintaan informasi keuangan kepada bank pengelola simpanan Penanggung Pajak.
4) bagi Penanggung Pajak, baik yang telah diketahui maupun belum diketahui nomor rekening keuangannya pada LJK sektor pasar modal, dilakukan pemblokiran terhadap rekening efek Penanggung Pajak melalui kustodian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai penagihan pajak,
b. Untuk permintaan yang dilakukan kepada LJK selain sektor perbankan dan sektor pasar modal, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain:
1) bagi penanggung pajak yang belum diketahui nomor rekening keuangannya:
a) Kepala KPP meminta informasi nomor rekening keuangannya terlebih dahulu kepada kantor pusat LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain atau unit pada LJK, LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain yangbertanggung jawab untuk pemberian informasi keuangan dimaksud,
b) Setelah diketahui informasi nomor rekening keuangannya, atas rekening keuangan penanggung pajak dimaksud dilakukan penyitaan sesuai dengan ketentuan di bidang penagihan pajak.
2) bagi penanggung pajak yang telah diketahui nomor rekening keuangannya, dilakukan penyitaan sesuai dengan ketentuan di bidang penagihan pajak.
3. Administrasi penerbitan permintaan IBK dilakukan oleh Seksi Penagihan di KPP.
4. Prosedur Permintaan IBK dalam rangka Penagihan Pajak di KPP adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
I.

Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Pajak

 

1. Permintaan IBK dilakukan oleh:
a. Direktur Penegakan Hukum untuk pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak yang dilaksanakan di KPDJP; atau
b. Kepala Kanwil DJP untuk pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak yang dilaksanakan di Kanwil DJP.
2. Permintaan IBK dilakukan untuk pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka maupun tertutup, serta penyidikan pajak dilakukan untuk penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan maupun penyidikan tindak pidana pencucian uang.
3. Permintaan IBK sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan terhadap:
a. Terperiksa sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPPBP), dalam hal permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan bukti permulaan;
b. Tersangka sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan dalam hal permintaan IBK, dalam rangka penyidikan pajak; dan
c. pihak terkait berdasarkan pertimbangan Direktur Penegakan Hukum atau Kepala Kanwil DJP, baik permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan bukti permulaan maupun penyidikan pajak.
4. Administrasi penerbitan permintaan IBK sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dilakukan oleh Seksi Barang Bukti dan Tahanan, SubDirektorat Forensik dan Barang Bukti.
5. Administrasi penerbitan permintaan IBK sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dilakukan oleh Seksi Administrasi Bukti Permulaan dan Penyidikan, Bidang Pemeriksaan Penyidikan Intelijen dan Penyidikan.
6. Prosedur terkait permintaan IBK meliputi:
a. Prosedur Pengusulan Permintaan IBK Dalam Rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Pajak di Kanwil DJP;
b. Prosedur Penyelesaian Usul Permintaan IBK Dalam Rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Pajak di Kanwil DJP;
c. Prosedur Pengusulan Permintaan IBK Dalam Rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Pajak di KPDJP; dan
d. Prosedur Penyelesaian Usul Permintaan IBK Dalam Rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Pajak di KPDJP,
adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
J. Prosedur Permintaan IBK Dalam Rangka Penyelesaian Proses Prosedur Persetujuan Bersama/Mutual Agreement Procedures (MAP) dan Kesepakatan Harga Transfer/Advance Pricing Agreement (APA)

1. Permintaan IBK dilakukan oleh Direktur Perpajakan Internasional.
2. Permintaan IBK dilakukan terhadap Wajib Pajak atau pihak yang terkait dengan penyelesaian proses Prosedur Persetujuan Bersama/Mutual Agreement Procedures (MAP) dan Kesepakatan Harga Transfer/Advance Pricing Agreement (APA).
3. Administrasi penerbitan permintaan IBK sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan oleh SubDirektorat Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional.
4. Prosedur Permintaan IBK dalam rangka penyelesaian proses Prosedur Persetujuan Bersama/Mutual Agreement Procedures (MAP) dan Kesepakatan Harga Transfer/Advance Pricing Agreement (APA) adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
K.

Prosedur Penerimaan IBK

 

1. Direktorat Perpajakan Internasional menerima IBK dalam hal permintaan IBK dilakukan oleh Direktur Perpajakan Internasional dalam rangka pelaksanaan:
a. perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf F angka 1; dan
b. Prosedur Persetujuan Bersama/Mutual Agreement Procedures (MAP) dan Kesepakatan Harga Transfer/Advance Pricing Agreement (APA) sebagaimana dimaksud dalam huruf J angka 1.
2. Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan menerima IBK dalam hal permintaan IBK dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf G angka 1 huruf a.
3. Direktorat Penegakan Hukum menerima IBK dalam hal permintaan IBK dilakukan oleh Direktur Penegakan Hukum dalam rangka pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf I angka 1 huruf a.
4. Kanwil DJP menerima IBK dalam hal permintaan IBK dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP dalam rangka:
a. pemeriksaan yang dilaksanakan di Kanwil DJP sebagaimana dimaksud dalam huruf G angka 1 huruf b; dan
b. pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak yang dilaksanakan oleh Kanwil DJP sebagaimana dimaksud dalam huruf I angka 1 huruf b.
5. KPP menerima IBK dalam hal permintaan IBK dilakukan oleh Kepala KPP dalam rangka:
a. pemeriksaan yang dilaksanakan oleh KPP sebagaimana dimaksud dalam huruf G angka 1 huruf c; dan
b. penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf H angka 1.
6. Penerima IBK menindaklanjuti pemanfaatan IBK sesuai dengan tujuan permintaan IBK dan melakukan pengarsipan atas:
a. media penyimpanan elektronik yang berisi Informasi; dan/atau
b. Bukti dan/atau Keterangan,
baik yang disampaikan secara langsung maupun melalui pos, jasa ekspedisi, jasa kurir dengan bukti penerimaan surat, oleh pegawai atau pejabat yang memanfaatkan Bukti dan/atau Keterangan dimaksud dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
7. Prosedur terkait penerimaan IBK, meliputi:
a. Prosedur Penerimaan IBK di KPP;
b. Prosedur Penerimaan IBK di Kanwil DJP;
c. Prosedur Penerimaan IBK di KPDJP,
adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
L. Prosedur Pengawasan Pemberian IBK Berdasarkan Permintaan

1. Pengawasan pemberian IBK dari LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dilakukan oleh pihak yang melakukan permintaan IBK.
2. Pihak yang melakukan permintaan IBK menerbitkan Surat Permintaan Klarifikasi dalam hal terdapat dugaan pelanggaran berupa pembuatan pernyataan palsu atau penyembunyian atau pengurangan informasi yang sebenarnya dari IBK yang diberikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.
3. Pihak yang melakukan permintaan IBK menerbitkan Surat Teguran dalam hal:
a. sampai dengan batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya permintaan klarifikasi LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain:
1) tidak memberikan klarifikasi; atau
2) menyampaikan klarifikasi, namun penyampaian klarifikasi dimaksud belum sepenuhnya menjawab permintaan klarifikasi.
b. tidak memenuhi kewajiban pemberian IBK sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017.
4. Pihak yang melakukan permintaan IBK mengajukan usulan pemeriksaan bukti permulaan apabila sampai dengan batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 3, LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
a. diduga masih melakukan pelanggaran berupa pembuatan pernyataan palsu atau penyembunyian atau pengurangan informasi yang sebenarnya dari IBK yang diberikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
b. tidak memenuhi kewajiban pemberian IBK sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017.
5. Prosedur terkait pengawasan pemberian IBK berdasarkan permintaan meliputi:
a. Prosedur Penerbitan Surat Permintaan Klarifikasi/Surat Teguran di KPP;
b. Prosedur Penerbitan Surat Permintaan Klarifikasi/Surat Teguran di Kanwil DJP;
c. Prosedur Penerbitan Surat Permintaan Klarifikasi/Surat Teguran di KPDJP, 
adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
M. Prosedur Pengawasan atas Pemanfaatan Permintaan IBK

1. Pihak yang melakukan permintaan IBK menyusun Laporan Pengawasan atas Pemanfaatan IBK yang berisi:
a. permintaan IBK yang telah disampaikan kepada LJK, LJK Lainnya, dan Entitas Lain;
b. IBK yang disampaikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
c. tindak lanjut atas pemanfaatan IBK yang telah disampaikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yaitu:
1) telah ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku; atau
2) tidak ditindaklanjuti.
2. Laporan Pengawasan atas Pemanfaatan IBK sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan tembusan kepada Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur dan Direktur Teknologi Informasi Perpajakan.
3. Laporan Pengawasan atas Pemanfaatan IBK disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4. Prosedur Pengawasan Pemanfaatan Data atas Tindak Lanjut Permintaan IBK adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
N. Ketentuan Lain

1. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini:
a. permintaan IBK sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan, yang telah diajukan melalui aplikasi AKASIA namun belum diberikan izin tertulis oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, permintaan IBK dimaksud tidak berlaku dan dilakukan permintaan IBK kembali sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b. permintaan IBK yang dilakukan oleh Kepala KPP dan telah disampaikan kepada LJK, LJK lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam rangka kegiatan selain penagihan pajak sebelum diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal ini dan belum diberikan IBK oleh LJK, LJK lainnya, dan/atau Entitas Lain, agar diproses kembali sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2. Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan dan Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi berwenang menentukan kebijakan teknis terkait teknologi informasi dalam rangka mendukung pelaksanaan permintaan IBK terkait akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
3. Terhadap permintaan IBK untuk kepentingan perpajakan selain yang diatur sebagaimana dimaksud pada huruf E angka 2 di atas, dilaksanakan dengan berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal yang akan ditetapkan kemudian.
   
O.

Penutup

 

Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2017
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

KEN DWIJUGIASTEADI
NIP 195711081984081001