Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 53/PJ/2016

Kategori : PBB

Tata Cara Penatausahaan Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral Dan Batubara


17 November 2016


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 53/PJ/2016

TENTANG

TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


A.

Umum


Dalam rangka penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara yang lebih baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka perlu memberikan petunjuk mengenai tata cara penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara.

   
B.

Maksud dan Tujuan


Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam proses penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan petunjuk mengenai hal-hal yang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara masih bersifat umum dan memerlukan penegasan.

   
C.

Ruang Lingkup


Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi penjelasan mengenai:

  1. Objek pajak, subjek pajak, dan Wajib Pajak, Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara.
  2. Tata cara penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara.
   
D.

Dasar


Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara.

   
E.

Pengertian


Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:

  1. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara yang selanjutnya disebut PBS Mineral dan Batubara, adalah Pajak Bumi dan Bangunan atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
  2. Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.
  3. Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara yang selanjutnya disebut SPOP, adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak PBB Mineral dan Batubara ke Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara yang selanjutnya disebut LSPOP, adalah formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak PBB Mineral dan Batubara ke Direktorat Jenderal Pajak.
  5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut KPP Pratama, adalah KPP Pratama yang mengadministrasikan data objek pajak dan subjek pajak PBS Mineral dan Batubara.
  6. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kanwil DJP, adalah Kanwil DJP yang membawahkan KPP Pratama.
  7. Formulir Data Masukan yang selanjutnya disingkat FDM, adalah formulir yang digunakan sebagai sarana perekaman data hasil penilaian ke dalam basis data PBS Mineral dan Batubara.
  8. Rincian Perhitungan Nilai yang selanjutnya disingkat RPN, adalah informasi rinci perhitungan nilai bumi dan nilai bangunan PBS Mineral dan Batubara.
   
F.

Objek Pajak, Subjek Pajak, dan Wajib Pajak


1. Objek pajak PBS Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
2. Bumi sebagaimana dimaksud pada angka 1, terdiri dari:
a) permukaan bumi, meliputi:
1) tanah dan/atau perairan darat (onshore), berupa:
  1. Areal Objek Pajak Onshore, berupa Areal Belum Produktif yang terdiri dari Areal Cadangan Produksi dan Areal Belum Dimanfaatkan, Areal Tidak Produktif, Areal Emplasemen dan Areal Pengaman;
  2. Areal Produktif; dan
  3. Areal Lainnya.
2) perairan lepas pantai (offshore), berupa:
  1. Areal Objek Pajak Offshore; dan
  2. Areal Lainnya.
b) tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi, meliputi:
1) Tubuh Bumi Eksplorasi; atau
2) Tubuh Bumi Operasi Produksi.
3. Bangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
4. Subjek pajak PBS Mineral dan Batubara adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBS Mineral dan Batubara.
5. Wajib Pajak PBS Mineral dan Batubara adalah subjek pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4 yang dikenai kewajiban membayar PBB Mineral dan Batubara.
   
G.

Pengenaan PBB Mineral dan Batubara


1. Pendaftaran Objek Pajak dan Pemutakhiran Data Objek Pajak
Subjek pajak melakukan pendaftaran objek pajak PBS Mineral dan Batubara atau Wajib Pajak melakukan pemutakhiran data objek pajak PBB Mineral dan Batubara, dengan cara mengisi SPOP dan LSPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri dokumen pendukung paling sedikit berupa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Tata cara pendaftaran objek pajak dan pemutakhiran data objek pajak mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran dan pendataan Pajak Bumi dan Bangunan beserta petunjuk pelaksanaannya.
2. Penilaian Objek Pajak
Penilaian objek pajak PBS Mineral dan Batubara dalam rangka penentuan besarnya nilai bumi per meter persegi dan/atau nilai bangunan per meter persegi adalah sebagai berikut:
a. Nilai bumi per meter persegi:
1) Permukaan Bumi
Nilai bumi per meter persegi untuk permukaan bumi merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi untuk permukaan bumi dengan total luas areal objek pajak yang dikenakan, yaitu Areal Objek Pajak Onshore atau Areal Objek Pajak Offshore.
Total nilai bumi untuk permukaan bumi merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal objek pajak yang dikenakan dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal objek pajak dimaksud. Masing-masing areal objek pajak yang dikenakan tersebut untuk permukaan bumi onshore adalah Areal Objek Pajak Onshore yang meliputi Areal Cadangan Produksi, Areal Belum Dimanfaatkan, Areal Tidak Produktif, Areal Emplasemen dan Areal Pengaman, tidak termasuk Areal Produktif dan Areal Lainnya. Sedangkan untuk permukaan bumi offshore adalah Areal Objek Pajak Offshore, tidak termasuk Areal Lainnya.
Tata cara menentukan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal adalah sebagai berikut:
a) untuk Areal Belum Dimanfaatkan dan Areal Emplasemen ditentukan melalui perbandingan harga tanah yang sejenis, melalui tahapan:
(1) melakukan pengumpulan data pembanding berupa harga tanah yang sejenis dan dituangkan dalam Formulir 1, dengan format sebagaimana pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
(2) melakukan analisis terhadap data pembanding tersebut untuk menentukan nilai bumi per meter persegi dari masing-masing data pembanding dengan menggunakan Formulir 2, dengan format sebagaimana pada Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
(3) menentukan nilai indikasi rata-rata bumi per meter persegi dengan menggunakan Formulir 3, dengan format sebagaimana pada Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
Nilai indikasi rata-rata bumi per meter persegi untuk Areal Belum Dimanfaatkan dan Areal Emplasemen tersebut merupakan nilai bumi per meter persegi untuk Areal Belum Dimanfaatkan dan Areal Emplasemen.
b) untuk Areal Cadangan Produksi, Areal Tidak Produktif dan Areal Pengaman, ditentukan dengan cara melakukan penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi untuk Areal Belum Dimanfaatkan dengan menggunakan Formulir 4, dengan format sebagaimana pada Lampiran IV Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
c) untuk Areal Objek Pajak Offshore, menggunakan nilai bumi per meter persegi yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
2) Tubuh Bumi Eksplorasi
Nilai bumi per meter persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi menggunakan nilai bumi per meter persegi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
3) Tubuh Bumi Operasi Produksi
a) Nilai bumi per meter persegi untuk Tubuh Bumi Operasi Produksi merupakan hasil pembagian antara nilai bumi untuk Tubuh Bumi Operasi Produksi dengan luas Wilayah Izin Pertambangan.
b) Nilai bumi untuk Tubuh Bumi Operasi Produksi ditentukan sebesar hasil bersih produksi galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak dikalikan dengan Angka Kapitalisasi.
c) Dalam hal tidak terdapat hasil produksi galian tambang, menggunakan nilai bumi per meter persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada angka 2).
b. Nilai bangunan per meter persegi
1) Nilai bangunan per meter persegi merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan.
2) Total nilai bangunan merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan.
3) Nilai bangunan masing-masing bangunan ditentukan sebesar biaya pembangunan baru setelah dikurangi penyusutan.
3. Penetapan dan Pengadministrasian SPPT
a. Berdasarkan SPOP dan LSPOP, KPP Pratama:
1) melakukan penelitian kelengkapan SPOP dan LSPOP;
2) melakukan perekaman SPOP dan LSPOP ke dalam aplikasi Sistem Informasi DJP;
3) melakukan penilaian dan membuat FDM dengan format sebagaimana pada Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
4) melakukan perekaman FDM ke dalam aplikasi Sistem Informasi DJP;
5) menyampaikan usulan konsep Keputusan Menteri Keuangan mengenai Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (KMK NJOP) ke Kanwil DJP;
6) menerbitkan SPPT setelah ditetapkannya KMK NJOP, yang terdiri dari:
  1. SPPT untuk onshore;
  2. SPPT untuk offshore; dan/atau
  3. SPPT untuk tubuh bumi,
paling lambat tanggal 31 Mei tahun pajak;
7) mengirimkan SPPT kepada ke Wajib Pajak paling lambat minggu ke-2 bulan Juni tahun pajak.
b. KPP Pratama melakukan pemberkasan SPOP dan LSPOP, FDM, dan Salinan SPPT per objek pajak.
   
H.

Tata Cara


  1. Tata cara penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai nilai bumi per meter persegi untuk Areal Objek Pajak Offshore, nilai Tubuh Bumi Eksplorasi, dan Angka Kapitalisasi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VI Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
  2. Tata cara penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penunjukan KPP Pratama yang menatausahakan Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara yang berada di Areal Objek Pajak Onshore dan/atau Tubuh Bumi di bawah Areal Objek Pajak Onshore, yang berada pada lebih dari satu wilayah kerja KPP Pratama dalam satu kabupaten/kota, dan/atau penunjukan KPP yang menatausahakan Objek Pajak PBS Mineral dan Batubara yang berada di dalam Areal Objek Pajak Offshore dan/atau tubuh bumi di bawah Areal Objek Pajak Offshore, atau perubahannya adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VII Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
  3. Tata cara pembuatan usulan penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penunjukan KPP Pratama yang menatausahakan Objek Pajak PBS Mineral dan Batubara yang berada di Areal Objek Pajak Onshore dan/atau Tubuh Bumi di bawah Areal Objek Pajak Onshore, yang berada pada lebih dari satu wilayah kerja KPP Pratama dalam satu kabupaten/kota, dan/atau penunjukan KPP yang menatausahakan Objek Pajak PBS Mineral dan Batubara yang berada di dalam Areal Objek Pajak Offshore dan/atau tubuh bumi di bawah Areal Objek Pajak Offshore, atau perubahannya, adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran VIII Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
I

Ketentuan Lain-Lain


  1. Contoh format surat Kepala Kantor Wilayah DJP mengenai usulan penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penunjukan KPP Pratama yang menatausahakan Objek Pajak PBS Mineral dan Batubara yang berada di Areal Objek Pajak Onshore dan/atau Tubuh Bumi di bawah Areal Objek Pajak Onshore, yang berada pada lebih dari satu wilayah kerja KPP Pratama dalam satu kabupaten/kota, dan/atau penunjukan KPP yang menatausahakan Objek Pajak PBS Mineral dan Batubara yang berada di dalam Areal Objek Pajak Offshore dan/atau tubuh bumi di bawah Areal Objek Pajak Offshore, atau perubahannya, adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IX Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
  2. Dalam hal Wajib Pajak meminta informasi rincian perhitungan nilai bumi dan nilai bangunan objek pajak PBB Mineral dan Batubara, KPP Pratama menerbitkan RPN atas objek pajak dimaksud, dengan format sebagaimana Lampiran X Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
  3. Pada saat Surat Edaran ini berlaku, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-64/PJ/2012 tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 November 2016
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

KEN DWIJUGIASTEADI
NIP 195711081984081001