Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 26/PMK.03/2015

Kategori : PBB

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 Tentang Penatausahaan Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, Dan Panas Bumi


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26/PMK.03/2015


TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.03/2013
TENTANG PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN
MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013;
  2. bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, serta meningkatkan akurasi data objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, perlu mengubah ketentuan mengenai penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi;


Mengingat :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi;



MEMUTUSKAN :

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.03/2013 TENTANG PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN PANAS BUMI.

 

 

Pasal I

 

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, diubah sebagai berikut:

 

1. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5


(1) Subjek Pajak PBB Migas merupakan orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Migas.
(2) Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Migas menjadi Wajib Pajak PBB Migas.
(3) Subjek Pajak PBB Panas Bumi merupakan orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Panas Bumi.
(4) Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Panas Bumi menjadi Wajib Pajak PBB Panas Bumi.
(5) Dalam hal atas suatu objek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi terdapat lebih dari satu Subjek Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4).
(6) Dalam hal atas suatu objek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi terdapat perubahan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, hak dan kewajiban PBB Migas atau PBB Panas Bumi beralih kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang baru.

 

2.

Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) diubah, dan diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), serta diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 6


(1) Subjek Pajak atau Wajib Pajak melakukan pendaftaran atau pemutakhiran objek pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi dengan mengisi SPOP dan LSPOP.
(1a) Pengisian SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri dokumen pendukung isian SPOP dan LSPOP.
(2) LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP.
(3) Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus menandatangani SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3a) Dalam hal SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh bukan Subjek Pajak atau bukan Wajib Pajak, SPOP harus dilampiri Surat Kuasa Khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai penunjukan kuasa.
(4) Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus menyampaikan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak.

3.

Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 6A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6A


(1) Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang pada suatu tahun pajak mengajukan terminasi atas:
a. Kontrak Kerja Sama pertambangan minyak bumi dan gas bumi; atau
b. Kuasa, Izin Pengusahaan Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga Listrik atau Kontrak Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, dan/atau Kontrak Beli Uap atau Tenaga Listrik,
harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak dan dilampiri dokumen pendukung.
(2) Pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat pada akhir tahun pajak pengajuan terminasi.
(3) Kantor Pelayanan Pajak meneliti pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan memberitahukan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak mengenai terpenuhi atau tidak terpenuhinya ketentuan sebagai Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya pemberitahuan.

4.

Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8


Direktorat Jenderal Pajak berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, untuk:

a. pelaksanaan sosialisasi mengenai tata cara pengisian dan pengembalian SPOP dan LSPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
b. percepatan pengembalian SPOP dan LSPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi;
c. perolehan data yang terkait dengan pengisian SPOP dan LSPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi;
d. pelaksanaan klarifikasi SPOP dan LSPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi;
e. perolehan informasi yang terkait dengan keberadaan dan status Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
f. perolehan informasi yang terkait dengan pergantian operator dan terminasi atas Kontrak Kerja Sama pertambangan minyak bumi dan gas bumi;
g. perolehan informasi yang terkait dengan pengalihan pengusahaan dan terminasi atas Kuasa, Izin Pengusahaan Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga Listrik atau Kontrak Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, dan/atau Kontrak Beli Uap atau Tenaga Listrik; dan/atau
h. penyampaian SPPT PBB Migas kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.

5.

Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 8A dan Pasal 8B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8A


Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan dapat dilanjutkan dengan klarifikasi atas SPOP dan LSPOP yang diterima dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak.

Pasal 8B


(1) Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, untuk pelaksanaan klarifikasi atas SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, menindaklanjuti dengan meneruskan permintaan klarifikasi SPOP dan LSPOP kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(2) Atas penerusan permintaan klarifikasi SPOP dan LSPOP oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus memberikan tanggapan tertulis melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan klarifikasi oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(3) Tanggapan tertulis dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa penjelasan bahwa:
a. pengisian SPOP dan LSPOP telah sesuai ketentuan; atau
b. terdapat kekeliruan dalam pengisian SPOP dan LSPOP, disertai SPOP dan LSPOP yang telah dibetulkan.
(4) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, meneruskan tanggapan tertulis atas permintaan klarifikasi SPOP dan LSPOP dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke Direktorat Jenderal Pajak, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya tanggapan dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak.

6. Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 9A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9A


(1) Terhadap Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pajak memastikan keberadaan dan status Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam rangka penerbitan Surat Teguran.
(2) Dalam hal keberadaan dan status Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak dapat diidentifikasi, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan permintaan konfirmasi secara tertulis mengenai keberadaan dan status Subjek Pajak atau Wajib Pajak dimaksud ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi.
(3)

Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, menindaklanjuti permintaan konfirmasi secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan konfirmasi.

7. Ketentuan Pasal 13 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13


(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, menetapkan besarnya pajak terutang atas PBB Migas atau PBB Panas Bumi menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari berdasarkan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dengan menerbitkan SPPT.
(2) SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat akhir bulan April Tahun Pajak.
(3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan SPPT kepada Wajib Pajak paling lambat minggu kedua bulan Juni Tahun Pajak.

8. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18


(1) Dalam hal dokumen permintaan pembayaran PBB Migas per Wajib Pajak dan PBB Panas Bumi per Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) tidak lengkap, Direktur Jenderal Anggaran mengembalikan Daftar Ketetapan PBB serta salinan SPPT dan/atau SKP PBB yang tidak lengkap kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun pengajuan permintaan pembayaran, dengan disertai alasan pendukung.
(2) Direktur Jenderal Pajak melengkapi Daftar Ketetapan PBB serta salinan SPPT dan/atau SKP PBB yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat minggu ketiga bulan November tahun pengajuan permintaan pembayaran.
(3) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak tidak dapat memenuhi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengajuan permintaan pembayaran atas Daftar Ketetapan PBB serta salinan SPPT dan/atau SKP PBB yang telah dilengkapi dilakukan pada tahun berikutnya.
(4) Dalam hal kelengkapan Daftar Ketetapan PBB serta salinan SPPT dan/atau SKP PBB yang disampaikan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah minggu ketiga bulan November masih belum lengkap, Direktur Jenderal Anggaran mengembalikan dokumen dimaksud untuk kemudian diajukan kembali oleh Direktur Jenderal Pajak pada tahun berikutnya.
(5) Berdasarkan Daftar Ketetapan PBB serta salinan SPPT dan/atau SKP PBB yang telah dilengkapi oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan permintaan pemindahbukuan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat 5 (lima) hari kerja untuk tahap pertama setelah diterimanya Daftar Ketetapan PBB serta salinan SPPT dan/atau SKP PBB secara lengkap dari Direktur Jenderal Pajak dan sesuai tanggal pentahapan untuk tahap berikutnya.

9. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21


Dalam hal terdapat perubahan data objek pajak setelah adanya pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi melalui pemindahbukuan, perubahan dimaksud diperhitungkan dalam penatausahaan dan pemindahbukuan PBB Migas dan PBB Panas Bumi pada tahun berikutnya.

10.

Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22


(1) Dalam hal terdapat kurang bayar PBB Migas dan PBB Panas Bumi, kurang bayar tersebut dapat dibayarkan dalam APBN Perubahan tahun berjalan atau APBN tahun berikutnya.
(2) Dalam hal terdapat lebih bayar PBB Migas dan PBB Panas Bumi, lebih bayar tersebut dapat diperhitungkan dalam pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi pada tahun berikutnya.
(3) Pelaksanaan kurang bayar PBB Migas dan PBB Panas Bumi atau lebih bayar PBB Migas dan PBB Panas Bumi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

11.

Ketentuan Pasal 23 ayat (5) diubah, sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23


(1) Pembayaran PBB Migas yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak berlaku untuk Wajib Pajak yang kontraknya ditandatangani setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
(2) Pembayaran PBB Panas Bumi yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak berlaku untuk Wajib Pajak yang memiliki izin pengusahaan Panas Bumi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
(3) Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan oleh Wajib Pajak melalui Bank Persepsi yang ditunjuk.
(4) Bank Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib melimpahkan penerimaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi ke rekening SUBRKUN KPPN nomor 501.000xxxxxx pada Bank Indonesia pada akhir hari kerja bersangkutan.
(5) Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.



Pasal II

 

  1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.
  2. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Februari 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG P.S. BRODJONEGORO



Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Februari 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 223